MAKALAH
KEPERAWATAN
ANAK II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ENSEFALITIS
Oleh:
·
Afidah
Oktaviana (10620304)
·
Dyah
Ruly Susanti (10620313)
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
KADIRI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf
pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Pentebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias
juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor
penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium,
dan T.Pallidium. Sedangkan
ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili,
virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B,
herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
1.2 Rumusan masalah
a. Bagimana laporan pendahuluan pada
pasien dengan encefalitis
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien dengan encefalitis
1.3
Tujuan Umum Pembuatan Makalah
1.3.1 Tujuan
Umum :
a. Membantu mahasiswa
agar mampu memahami encefalitis, baik secara perorangan maupun berkelompok.
1.3.2 Tujuan
Khusus :
a. Membantu
mahasiswa agar mampu memahami laporan pendahuluan mengenai ensefalitis
b. Membantu
mahasiswa agar mampu memahami asuhan keperawatan ensefalitis
c. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa
tentang ensefalitis
d. Akademik, memperkaya
khasanah keilmuan kesehatan umumnya, dan bidang kesehatan persarafan khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ensefalitis adalah
infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada
encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak dan medula spinalis.
Ensefalitis
adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro
organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf
pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias
juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis.
Klasifikasi
ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut
dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium.
Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis),
virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie
A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
2.2 Etiologi
a.
Virus
b.
Bakteri
c.
Jamur
Berbagai
macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab
Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan
arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air.
Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat
terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi
sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar
jenis virus serta epidemiologinya ialah:
·
Infeksi virus yang bersifat endemik
1. Golongan enterovirus :
Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2. Golongan virus Arbo :
Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine
encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,
Murray valley encephalitis.
Infeksi
virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Encephalitis pasca-infeksi :
pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis
infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius
yang tidak spesifik.(Robin cit. Hassan, 1997)
2.3 Tanda dan Gejala
1. Suhu yang mendadak naik,
seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat
menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang
dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum
lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau
paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
6. Perubahan perilaku
7. Gelisah
Inti
dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi
tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia,
hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter,
ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
2.4 Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui
kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
·
Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender
permukaan atau organ tertentu.
·
Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah,
kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
·
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan
selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak
terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari
ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais,
nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala,
muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai
meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala
lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis,
hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
2.5 Manifestasi
Klinis
Masa
prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat.
Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari
ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa :
1. Gelisah
2. Iritabel
3. Streming attack
4. Perubahan perilaku
5. Gangguan kesadaran
6. Kejang
Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :
1) Afasia
2) Hemiparesia
3) Hemiplagia
4) Ataksia
5) Paralisis saraf otak
Tanda
rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen. Ruam
kulitkadang di dapatkan pada beberapa tipe ensefalitis misalnyapada enterovirus
dan varisela zoster
2.6 Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
1. Retardasi mental
2. Iritabel
3. Gangguan motorik
4. Epilepsi
5. Emosi tidak stabil
6. Sulit tidur
7. Halusinasi
8. Enuresis
9. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial
lain.
2.7
Pemeriksaan Penunjang
A. Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
1) Cairan warna jernih d. Glukosa normal
2) Leukosit meningkat e. Tekanan Intra Kranial
meningkat
2.
Protein agak meningkat
3.
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin
1) Sukar oleh karena
uremia berlangsung singkat
2) Dapat membantu
mengidentifikasikan daerah pusat infeksi dan penyebab infeksi
4. CT Scan/ MRI
1) Membantu
melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom, daerah cerebral,
hemoragic, atau tumor
5. EEG
1) Terlihat
aktivitas listrik (gelombang) yang menurun, sosial dengan tingkat kesadaran
yang menurun
2)
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu (aktivitas lambat bilateral)
2.8 Penatalaksanaan
1. Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi
stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat
yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
·
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
·
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
·
Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen
antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis
30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan
(Victor, 2001).
·
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika
secara polifragmasi.
3.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
·
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan
jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
·
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan
dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
·
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga
digunakan untuk menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
·
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
·
Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan
dosis yang sama
·
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang,
berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan
ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan
shock septik
7. Mengontrol
perubahan suhu lingkungan
8. Untuk
mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara
intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata
Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua
usia, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak
Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada
laki-laki dan perempuan
Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak
mengenal suku bangsa, ras
2. Keluhan utama
a.
Demam
b. Kejang
3. Riwayat
kesehatan sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri
tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku,
dan gangguan kesadaran.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih
1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada
hidung,telinga dan tenggorokan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan
oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus
Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.
3.2 Pola-Pola
Fungsi Kesehatan
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat
a. Kebiasaan
Sumber
air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di
WC,lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh)
b. Status Ekonomi
Biasanya
menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri tenggorokan dan
Berat badan menurun
b. Pola aktivitas
Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan
mempengaruhi pola aktivitas
c.
Pola istirahat dan tidur
Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh karena
demam, sakit kepala dll, yang sehubungan dengan penyakit ensefalitis
d.
Pola eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya
pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat
terjadi obstivasi.
Kebiasaan BAK sehari-hari
Biasanya
pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan
cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine
akan menurun ,konsentrasi urine pekat
e. Pola hubungan dan peran
Efek
penyakit yang diderita terhadap peran yang diembannya sehubungan dengan
ensefalitis, bisanya Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien
dengan Ensefalitis kurang, karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis
sampai koma.
f. Pola
penanggulangan stress
Akan
cenderung mengeluh dengan keadaaan dirinya (stress)
3.3 Pemeriksaan
fisik
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
(B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda
vital (TTV) pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh
lebih dari normal 39-49°C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses
inflamasi dari selaput otak yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.
Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum
mengalami ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan
tanda-tanda peningkata TIK.
·
B1
(Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang
sering didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan
pada system pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan sperti ronkhi pada klien ddengan
ensefalitis berhubungan akuulasi sekreet dari penurunan kesadaran.
·
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
·
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
·
Tingkat
Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaia GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memaantau pemberian
asuhan keperawatan.
·
Fungsi
Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas
motorik. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
Pemeriksaan
Saraf Kranial
·
Saraf I. Fungsi
penciuman biasanya tidak ada klainan pada klien ensefalitis
·
Saraf II. Tes
ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
·
Saraf III,
IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang
tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive
yang berlebihan terhadap cahaya.
·
Saraf V. Pada klien
ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses
mengunyah.
·
Saraf VII. Persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral.
·
Saraf VIII. Tidak
ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi
·
Saraf IX dan
X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
·
Saraf XI. Tidak ada
atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
·
Saraf XII. Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal.
·
Sistem
Motorik
Kekuatan otot menurun, kntrol keseimbangan dan
koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Pemeriksaan
Refleks
Pemeriksaan reflex dala, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis
akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
Gerakan
Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia.
Pada keaddaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak
ddengan ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
peningkatan TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
Sistem
Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya
didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal,
tidak ada perasaan abnormal di eprmukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal.
Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah
tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk,
yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher.
·
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistemperkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
·
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena
anoreksia dan adanya kejang.
·
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat
kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang lain.
3.4 Diagnosa
Keperawatan Yang Sering Terjadi
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
3.5 Implementasi
·
Diagnosa Keperawatan I.
·
Resiko tinggi infeksi
b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
·
DIAGNOSA KEPERAWATAN II
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4. Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
·
DIAGNOSA KEPERAWATAN III
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan :
- Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Rahman M.1986.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik
dan Laboratorium Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba.Jakarta.
Tarwoto, dkk.2007.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Sagung Seto.
www.perawatpskiatri.blogspot.com
www.radit11.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar