MAKALAH
KEPERAWATAN
ANAK II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MENINGITIS
Oleh:
·
Afidah
Oktaviana (10620304)
·
Dyah
Ruly Susanti (10620313)
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
KADIRI
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penyakit
infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu
penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan
saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis
merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan
angka kecacatan 30-50%.
Bakteri
penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit
yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B
ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan
38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun
1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000
populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan
kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian
pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan
diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka
kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan
pendengaran 28%. (http://theacademyofnursing2008.blogspot.com).
Meningitis
merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala
perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai
peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi
dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis
akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari,
sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik
meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.
Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial
akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki
onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara
lain Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus
influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti
Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba.
Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular
nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita
biasanya menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang
didominasi oleh limfosit. Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan
peyebab dari meningitis aseptik ini kebanyakan berasal dari virus, di antaranya
Enterovirus, Herpes Simplex Virus (HSV).
Pada referat ini akan dibahas mengenai meningitis bakterialis. Meningitis
bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi
lapisan meningen oleh bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika
Serikat sudah menurun sejak diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus
influenzae tipe B (HIB). Umumnya penderita berusia di bawah 5 tahun dan
pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun. (http://referensikedokteran.blogspot.com).
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak dengan
meningitis?
1.3
Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
meningitis
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi Definisi meningitis
2. Mengidentifikasi Etiologi meningitis
3. Mengidentifikasi Manifestasi
Klinik meningitis
4. Mengidentifikasi Klasifikasi meningitis
5. Mengidentifikasi Patofisiologi meningitis
6. Mengidentifikasi
Pemeriksaan Diagnostik meningitis
7. Mengidentifikasi
Penatalaksanaan
meningitis
8. Mengidentifikasi Komplikasi meningitis
9. Mengidentifikasi
pathway meningitis
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
meningitis
1.4
Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang meningitis
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang meningitis
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Peradangan pada selaput meningen,
cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem
saraf pusat. (Rita Yuliani & Suriadi, 2006).
Meningitis merupakan peradangan
pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan
proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial (neorologi kapita selekta, 1996).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial (neorologi kapita selekta, 1996).
2.2 Etiolog·
- Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum
diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
Haemophillus influenza
Nesseria meningitides (meningococcal)
Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
Streptococcus, grup A
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Klebsiella
Proteus
Pseudomonas
- Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
· Faktor Predisposisi : jenis kelamin : laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
· Faktor Maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
· Faktor Imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang mendapat obat
obat imunosupresi.
· Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan.
2.3 Manifestasi Klinis
·
Aktivitas/Istirahat;
Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia.
Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia.
· Sirkulasi;
Riwayat
endokarditis, abses otak, tekanan darah meningkat, nadi menurun, tekanan
nadi
berat, takikardi, dan disritmia pada fase akut.
· Eliminasi;
Adanya
inkontinensia atau retensi urin.
·
Makanan/cairan;
Anorexia,
kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering.
·
Higiene;
Tidak
mampu merawat diri
· Neurosensori;
Sakit
kepala, parsetesia, kehilangan sensai, Hiperalgesia meningkatnay rasa nyeri,
kejang,
gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusianasi
penciuman, kehilangan
memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil
anisokor, hemiparese, hemiplegia, tanda
brudzinzki positif, rigiditas nukal,
refleks babinski positif, refleks abdominal menurun,
refleks kremasterik hilang
pada laki-laki.
·
Nyeri/ketidaknyamanan;
Sakit
kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri
tenggorokan,
gelisah, mengaduh/mengeluh.
· Pernafasan;
Riwayat
infeksi sinus atau paru, nafas meningkat, letargi dan gelisah.
·
Keamanan;
Riwayat
mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit,
pungsi
lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang
baru
berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks, demam, diaforesios,
menggigil, rash,
gangguan sensasi.
·
Penyuluhan/pembelajaran;
Riwayat
hipersensitifitas terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus.
·
Neonatus :
Menolak untuk makan, refleks
mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang,
kurang gerak,, dan
menangis lemah.
·
Anak-anak dan remaja :
Demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang,
Demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang,
mudah
terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif
atau
maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski
positif,
refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan
adanya infeksi
meningococcal).
·
Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga
2 tahun):
Demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis
dengan merintih,
ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan
Brudzinsky positif.
2.4 Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 :
1. Meningitis
purulen ( pus )
Radang
bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.
Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2. Meningitis
serosa ( bakteri )
Peradangan
yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus,
staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus
pnemoniae (pada dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).
staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus
pnemoniae (pada dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).
2.5
Patofisiologi
· Efek peradangan akan
menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinal yang dapat
menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra
kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah Hiperemi pada meningen. Edema dan
esudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intra kranial.
menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra
kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah Hiperemi pada meningen. Edema dan
esudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intra kranial.
· Organisasi masuk
melalui sel darah merah blood brain
barrier. Masuknya dapat melalui
trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan sistem
saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tenggkorak dapat menimbulkan
meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar.
trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan sistem
saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tenggkorak dapat menimbulkan
meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar.
· Masuknya mikroorganisme
ke susunan saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CFS dan ventrikel.
menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CFS dan ventrikel.
· Dari reaksi radang
muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan
skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan
hidrosefalus.
skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan
hidrosefalus.
· Meningitis bakteri:
netrofil, monosit, limfosit, dan yang lainnya merupakan sel respon
radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang subarachnoid.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan
medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan
ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infarct.
radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang subarachnoid.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan
medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan
ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infarct.
· Meningitis virus
sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump, herpes simplek
dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada
mikroorganisme pada kultur CSF.
dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada
mikroorganisme pada kultur CSF.
2.6
Pemeriksaan
Penunjang
· Lumbal
Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya
dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan serebrospinal,
dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
· Meningitis
bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
· Glukosa
& dan LDH : meningkat.
· LED/ESRD:
meningkat.
· CT
Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
· Rontgent
kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
· Kultur
Darah
· Kultur
Swab Hidung dan Tenggorokan
2.7
Penatalaksanaan
· Penatalaksanaan
Terapeutik
- Isolasi
- Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultru, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.
- Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.
- Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC,
- Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi
- Mempertahankan ventilasi
- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
- Penatalaksanaan syok bacterial
- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
- Memperbaiki anemia
- Isolasi
- Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultru, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.
- Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.
- Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC,
- Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi
- Mempertahankan ventilasi
- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
- Penatalaksanaan syok bacterial
- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
- Memperbaiki anemia
· Penatalaksanaan
Medis
1.
Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2.
Steroid untuk mengatasi inflamasi
3.
Antipiretik untuk mengatasi demam
4.
Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5.
Neuroprotector untuk menyelamatkan
sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
6.
Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt
(Ventrikel Periton).
7.
Pemberian cairan intravena. Pilihan awal
yang bersifat isotonik seperti asering atau
ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak
atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering datang
dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran
cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang
kurang akibat kesadaran yang menurun.
ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak
atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering datang
dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran
cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang
kurang akibat kesadaran yang menurun.
8.
Pemberian diazepam apabila anak
mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi
maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang
dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya
diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan
selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis
diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian
diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan
suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal
dari kontraksi otot akibat kejang.
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi
maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang
dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya
diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan
selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis
diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian
diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan
suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal
dari kontraksi otot akibat kejang.
9.
Penempatan pada ruangan yang minimal
rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang
berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan
depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
10. Pembebasan
jalan nafas denga menghisap lendir melalui section
dan memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mensupport
kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi
pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial sehingga perlu
diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran
pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis dianjurkan
konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
11. Pemberian
antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering
dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis
pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB
dibagi dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional
melalui kultur dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
· Penatalaksanaan
di Rumah:
1. Tempatkan anak pada ruangan dengan
sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak terlalu lembab. Sirkulasi
udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen lingkungan yang cukup
karena anakyang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang
praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang cukup
oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi dengan
baik. Adapun lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan panas anak ke
lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya kadang anak yang justru menerima
paparan sinar dari lingkungan.
2. Tempatkan anak pada tempat tidur yang
rata dan lunak dengan posisi kepala miring hiperektensi.
Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
3. Berikan kompres hangat pada anak untuk
membantu menurunkan demam. Kompres ini berfungsi memindahan panas anak melalui
proses konduksi. Perpindahan panas anak biar dapat lebih efektif dipadukan
dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak mudah berpindah
ke lingkungan.
4. Berikan anak obat turun panas (dosis
disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum dosis dapat diberikan anak
dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5 tahun ke atas
250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
5. Anak diberikan minum yang cukup dan hangat
dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara
volume untuk mengganti cairan yang hilang karena peningkatan suhu tubuh juga
berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang sebagian besar
komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat membantu
mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.
2.8
Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan
pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke
daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai ke
jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro
Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya
sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak
tertahan di intrakranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak
mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5. Epilepsi
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke
serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau
mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan
pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke
daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai ke
jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro
Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya
sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak
tertahan di intrakranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak
mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5. Epilepsi
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke
serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau
mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
3.1.2
Riwayat kesehatan yang lalu
- Apakah
pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
- Apakah
pernah jatuh atau trauma kepala ?
- Pernahkah
operasi daerah kepala ?
3.1.3
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan
penjelasan dari keluhan utama.
3.1.4
Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
3.1.5
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
3.1.6
Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
3.1.7
Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
3.1.8
Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
3.1.9
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
3.1.10
Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
3.1.11
Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
3.2
Diagnosa
Keperawatan yang sering terjadi
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan disfungsi neuromuskuler
3.
Ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan aliran darah vena arteri
4.
Hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit
3.3
Discharge
Planning
1. Ajarkan
pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping.
2. Ajarkan
pada orang tuan untuk emmantau komplikasi jangka panjang serta tanda dan
gejalanya.
3.4
Rencana
Keperawatan
1. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.
Definisi :
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik:
· Dispneu,
Penurunan suara nafas
· Orthopneu
· Cyanosis
· Kelainan
suara nafas (rales, wheezing)
· Kesulitan
berbicara
· Batuk,
tidak efektif atau tidak ada
· Mata
melebar
· Produksi
sputum
· Gelisah
· Perubahan
frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang
berhubungan:
· Lingkungan
: merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
· Fisiologis
: disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,
asma
· Obstruksi
jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda
asing di jalan nafas.
NOC :
· Respiratory
Status : Ventilation
· Respiratory
status : Airway patency
· Aspiration
Control
Kriteria Hasil :
· Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
· Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
· Mampu
mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas.
NIC :
Airway
suction
· Pastikan
kebutuhan oral/tracheal suctioning
· Auskultasi
suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
· Informasikan
pada klien dan keluarga tentang suctioning
· Minta
klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
· Berikan
O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal
· Gunakan
alat yang steril setiap melakukan tindakan
· Anjurkan
pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dan
nasotrakeal
· Monitor
status oksigen pasien
· Ajarkan
keluarga bagaimana cara melakukan suction
· Hentikan
suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway
Management
· Buka
jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
· Identifikasikan
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang
mayo bila perlu
· Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
· Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
· Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
· Lakukan
suction pada mayo
· Berikan
bronkodilator bila perlu
· Berikan
pelembab udara Kassa basah NACL Lembab
· Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
· Monitor
respirasi dan status O2
2. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler
NOC
:
· Respiratory
Status : Ventilation
· Respiratory
status : Airway patency
· Vital
sign Status
Kriteria Hasil :
· Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
· Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
· Tanda-tanda
vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC
:
Airway
Management
· Buka
jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
· Identifikasikan
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang
mayo bila perlu
· Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
· Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction
· Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan
· Lakukan
suction pada mayo
· Berikan
bronkodilator bila perlu
· Berikan
pelembab udara Kassa basah NACL Lembab
· Atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
· Monitor
respirasi dan status O2
Oxygen
Therapy
· Bersihkan
mulut, hidung dan secret trakea
· Pertahankan
jalan nafas yang paten
· Atur
peralatan oksigenasi
· Monitor
aliran oksigen
· Pertahankan
posisi pasien
· Observasi
adanya tanda-tanda hipoventilasi
· Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
· Monitor
TD, nadi, suhu, dan RR
· Catat
adanya fluktuasi tekanan darah
· Monitor
vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
· Auskultasi
TD pada kedua lengan dan bandingkan
· Monitor
TD, nadi, RR, sebelum selama, dan setelah aktivitas
· Monitor
kualitas dari nadi
· Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
· Monitor
suara paru
· Monitor
pola pernapasan abnormal
· Monitor
suhu, warna, dan kelembaban kulit
· Monitor
sianosis perifer
· Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
· Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
3.
Ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan aliran darah vena arteri
NOC :
Circulation
status
Tissue
Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan:
· Tekanan
systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
· Tidak
ada ortostatik hipertensi
· Tidak
ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
b. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
· Berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
· Menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan orientasi
· Memproses
informasi
· Membuat
keputusan dengan benar
c. Menunjukkan
fungsi sensori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada
gerakan-gerakan involunter
NIC :
Peripheal Sensation Management (Manajemen
Sensasi Perifer)
· Monitor
adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/ dingin/ tajam/ tumpul
· Monitor
adanya paretese
· Instruksikan
keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
· Gunakan
sarung tangan untuk proteksi
· Batasi
gerakan pada kepala, leher dan punggung
· Monitor
kemampuan BAB
· Kolaborasi
pemberian analgetik
· Monitor
adanya tromboplebitis
· Diskusikan
mengenai penyebab perubahan sensasi
4. Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit
Definisi : suhu tubuh
naik di atas rentang normal
Batasan Karakteristik :
· Kenaikan
suhu tubuh di atas rentang normal
· Serangan
atau konvulsi (kejang)
· Kulit
kemerahan
· Pertambahan
RR
· Takikardi
· Saat
disentuh tangan terasa hangat
Faktor-faktor
yang berhubungan:
· Penyakit/trauma
· Peningkatan
metabolisme
· Aktivitas
yang berlebih
· Pengaruh
medikasi/anastesi
· Ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat
· Terpapar
di lingkungan panas
· Dehidrasi
· Pakaian
yang tidak tepat
NOC :
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
· Suhu
tubuh dalam rentang normal
· Nadi
dan RR dalam rentang normal
· Tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Fever
treatment
· Monitor
suhu sesering mungkin
· Monitor
IWL
· Monitor
warna dan suhu kulit
· Monitor
tekanan darah, nadi dan RR
· Monitor
penurunan tingkat kesadaran
· Monitor
WBC, Hb, dan Hct
· Monitor
intake dan output
· Berikan
anti piretik
· Berikan
pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
· Selimuti
pasien
· Lakukan
tapid sponge
· Berikan
cairan intravena
· Kompres
pasien pada lipatan paha dan aksila
· Tingkatkan
sirkulasi udara
· Berikan
pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
· Monitor
suhu minimal tiap 2 jam
· Rencanakan
monitoring suhu secara kontinyu
· Monitor
TD, nadi, dan RR
· Monitor
warna dan suhu kulit
· Monitor
tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
· Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
· Selimuti
pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
· Ajarkan
pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
· Diskusikan
tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
· Beritahukan
tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
· Ajarkan
indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
· Berikan
anti piretik jika perlu
Vital Sign Monitoring
· Monitor
TD, nadi, suhu, dan RR’
· Catat
adanya fluktasi tekanan darah
· Monitor
Vital Sign saat paien berbaring, duduk, atau berdiri
· Auskultasi
TD pada kedua lengan dan bandingkan
· Monitor
TD, nadi, RR, sebelum selama, dan setelah aktivitas
· Monitor
kualitas dari nadi
· Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
· Monitor
suara paru
· Monitor
pola pernapasan abnormal
· Monitor
suhu, warna, dan kelembaban kulit
· Monitor
sianosis perifer
· Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
· Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
BAB
4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Meningitis merupakan peradangan pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses
infeksi pada sistem saraf pusat. Yang disebabkan oleh bakteri, virus, faktor
predisposisi, faktor maternal dan faktor imunologi. Meningitis
dibagi menjadi 2 yaitu Meningitis purulen ( pus ) adalah radang
bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis dan Meningitis
serosa ( bakteri ) merupakan peradangan yang disebabkan oleh organisme pada
bakteri seperti meningococcus, staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus
tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus pnemoniae (pada dewasa),
haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).
4.2
Saran
1. Tenaga
kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis
dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan
informasi atau health education mengenai meningitis kepada para orang tua anak
yang paling utama.
2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis
dan meningkatkan pola hidup yang sehat.
DAFTAR
PUSTAKA
Suriadi,dkk.2006.Asuhan Keperawatan pada Anak.Jakarta;Sagung
Seto
Smeltzer,
Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung
Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Riyadi,Sujono.2010.Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.Yogyakarta;Gosyen
Publising
Tucker, Susan
Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome.
Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.